Jakarta — Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamen Dikdasmen), Fajar Riza Ul Haq, resmi membuka Training of Trainer (ToT) Gelombang Ketiga untuk calon pengajar koding dan kecerdasan artifisial (AI) di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Kegiatan ini menjadi bagian dari langkah besar Kemendikdasmen dalam mempercepat transformasi pendidikan digital yang inklusif dan etis.
“Gelombang ketiga ini bukan hanya soal pelatihan teknis, tapi revolusi cara berpikir,” tegas Wamen Fajar dalam keterangan tertulis yang diterima Infopublik, Jumat (16/5/2025).
Wamen Fajar menekankan pentingnya nilai etika, tanggung jawab, dan rasa aman dalam penguasaan teknologi. Ia menyebut bahwa kecerdasan artifisial adalah "pisau bermata dua"—bisa memberi manfaat besar, namun berpotensi merusak jika tanpa nilai kemanusiaan.
“Teknologi tanpa nilai bisa jadi bencana. Kita ingin anak-anak bukan hanya pandai bikin gim atau program, tapi juga punya soft skills dan kesadaran etis dalam menggunakannya,” ujarnya.
Mengutip laporan Stanford University, Fajar menyebut masyarakat Indonesia sangat optimistis terhadap AI, namun peringatan tegas tetap disampaikan: “Optimisme harus diiringi kontrol nilai. Jangan sampai manusia kehilangan kendali atas teknologi yang diciptakannya sendiri.”
Karena itu, konsep Digital Citizenship menjadi krusial dalam pendidikan teknologi. Ini mencakup tanggung jawab, komitmen etis, dan rasa aman saat berselancar di dunia digital.
Dalam laporannya, Direktur Guru Pendidikan Dasar Kemendikdasmen, Rachmadi Widiharto, menjelaskan bahwa ToT ini menargetkan untuk menjangkau 59.546 guru dari berbagai daerah di Indonesia pada tahun 2025.
“Pelatihan ini bukan hanya soal teknologi, tapi juga strategi kolaboratif, pedagogi dewasa, dan keterampilan fasilitasi. Tujuannya membentuk pengajar koding dan AI yang andal dan inspiratif,” jelas Rachmadi.
ToT ini melibatkan 90 Lembaga Diklat terakreditasi, dengan peserta dari kalangan akademisi, guru, dan praktisi. Pembelajaran dilakukan melalui pendekatan problem-based learning, project-based learning, serta simulasi mengajar langsung.
Setiap sesi ditutup dengan refleksi mendalam, agar peserta mampu mengaitkan teori dengan praktik nyata di lapangan.
“Refleksi ini bukan formalitas. Ini bagian penting dari proses pembentukan guru transformasional,” tambah Rachmadi.
Wamen Fajar menegaskan bahwa pelatihan ini selaras dengan visi besar Presiden RI dalam Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) dan mimpi menuju Indonesia Emas 2045.
“Tanpa lompatan digital seperti ini, kita akan tertinggal. Kita harus mulai dari sekarang—dari ruang kelas,” tegasnya.
Melalui ToT ini, Indonesia mengambil langkah konkret untuk menyiapkan generasi masa depan yang tidak hanya cerdas secara teknologi, tapi juga matang secara nilai.
Komentar