Menu Close Menu

KPK dan Akademisi Ingatkan Bahaya Sistemik dari State Capture Corruption

Sabtu, 17 Mei 2025 | 17.00 WIB


Jakarta – Korupsi bukan sekadar soal amplop di bawah meja. Di balik wajahnya yang lebih licik, tersembunyi bentuk korupsi sistemik yang mengancam kedaulatan negara: state capture corruption. Itulah pesan kuat yang disampaikan Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, dalam Webinar Pendidikan Antikorupsi yang digelar Direktorat Jejaring Pendidikan KPK, Kamis (15/5/2025).


Fitroh menjelaskan bahwa state capture corruption adalah bentuk korupsi regulatif—di mana aktor-aktor kuat memengaruhi dan bahkan membentuk regulasi demi kepentingan pribadi atau kelompok. Artinya, korupsi tak lagi kasat mata, melainkan sudah menyusup ke dalam struktur kebijakan negara.


“Ini jenis korupsi yang melibatkan elite: politisi, pejabat, dan pengusaha. Mereka bukan hanya bermain di belakang layar, tapi menciptakan panggungnya sendiri lewat pengaruh atas kebijakan publik,” tegas Fitroh.


Fitroh mengingatkan bahwa Indonesia tak luput dari bahaya ini. Skandal mega korupsi E-KTP menjadi bukti nyata. Di balik proyek nasional tersebut, terungkap jaringan korupsi masif yang melibatkan anggota DPR, menteri, hingga pelaku swasta.


“Sistem yang seharusnya mengatur rakyat malah dikendalikan untuk menguntungkan segelintir orang. Inilah esensi dari state capture corruption,” katanya.


Ia menambahkan, bahaya dari korupsi jenis ini tak hanya soal kerugian uang negara, tetapi juga kerusakan terhadap sistem demokrasi, kepercayaan publik, dan masa depan kebijakan publik.


Menurut Fitroh, pendidikan antikorupsi adalah benteng utama dalam mencegah dan melawan korupsi sistemik. Ia menekankan pentingnya peran para guru, dosen, dan insan akademik sebagai pelopor perubahan nilai dan etika generasi muda. “Kita butuh sistem yang disertai moral. Dan moral dibentuk lewat pendidikan,” tegasnya.


Ia juga memperkenalkan konsep IDOLA: Integritas, Dedikasi, Objektif, Loyal, dan Adil—sebagai nilai dasar yang bisa ditanamkan dalam pendidikan antikorupsi. Ruang kelas, seminar, diskusi mahasiswa, hingga kegiatan kemahasiswaan, menurutnya, bisa menjadi medan strategis untuk membentuk karakter antikorupsi sejak dini.


Dalam forum yang diikuti lebih dari 700 peserta dari berbagai perguruan tinggi, penyuluh, hingga masyarakat umum, hadir pula Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto.


Ia menyatakan bahwa korupsi adalah tantangan kebangsaan yang harus dijawab bersama, khususnya oleh dunia pendidikan.


“Pendidikan antikorupsi bisa disisipkan dalam kegiatan kemahasiswaan, pusat studi, dan kajian kampus. Tenaga pengajar harus kreatif dalam menghidupkan nilai-nilai tersebut sebagai bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi,” ujar Mendiktisaintek. 


Direktur Jejaring Pendidikan KPK, Dian Novianthi, menutup sesi dengan ajakan agar pendidikan tak sekadar mencetak lulusan cerdas, tetapi juga membentuk generasi yang berintegritas dan peduli.


“Melawan korupsi adalah tugas kolektif. KPK tidak bisa bekerja sendiri. Butuh peran semua pihak, terutama dari dunia pendidikan yang jadi fondasi masa depan bangsa.”


Melalui webinar ini, KPK menegaskan bahwa perubahan besar dimulai dari ruang kelas, dari setiap nilai yang ditanamkan, dan dari setiap individu yang berani jujur.

Komentar