Menu Close Menu

Uji Sidang Tertutup Program Doktor Hukum, Bamsoet Ingatkan Ancaman revolusi teknologi digital Kuantum yang Mematikan

Kamis, 24 Juli 2025 | 20.00 WIB


JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Ketua MPR RI ke-15 dan Dosen Tetap Program Pascasarjana Doktor Hukum Universitas Borobudur, Universitas Pertahanan dan Universitas Jayabaya Bambang Soesatyo, mengingatkan bangsa Indonesia untuk tidak lengah dalam menghadapi era baru revolusi teknologi digital yang sarat dengan potensi ancaman. Di tengah kemajuan teknologi informasi, dunia justru tengah bersiap memasuki fase baru yang lebih kompleks. Fase ketika komputasi kuantum mulai mengambil peran utama dalam struktur digital global.

Komputasi kuantum yang disebut-sebut sebagai lompatan terbesar dalam sejarah teknologi modern, di satu sisi menjanjikan kemampuan pemrosesan data yang luar biasa cepat dan presisi tinggi. Namun di sisi lain, memunculkan pula ancaman nyata terhadap sistem keamanan digital yang selama ini dianggap kokoh dan tidak tergoyahkan.

Komputer kuantum tidak lagi bekerja dengan sistem biner "0" dan "1" seperti komputer klasik. Tetapi dengan qubit yang mampu berada dalam superposisi, suatu keadaan di mana informasi bisa berada di banyak posisi sekaligus. Konsep inilah yang memungkinkan komputer kuantum menghitung dalam skala super cepat, menjadikannya alat pemecah sandi atau kriptografi yang sangat efisien, bahkan mematikan.

"Algoritma enkripsi modern seperti RSA dan Elliptic Curve Cryptography (ECC) yang selama ini menjadi tulang punggung pengamanan data perbankan, sistem militer, dan transaksi digital global, sangat mungkin dihancurkan oleh kemampuan dekripsi komputer kuantum. Ini bukan lagi kemungkinan di masa depan yang jauh, tetapi realitas yang sudah di depan mata. Negara-negara besar seperti China dan Amerika Serikat bahkan telah mengalokasikan miliaran dolar dalam mewujudkan supremasi kuantum," ujar Bambang Soesatyo saat menjadi penguji dalam ujian sidang tertutup mahasiswa Program Pascasarjana Doktor Hukum Universitas Borobudur Mayjen TNI Endro Satoto, dengan Judul "Kontruksi Norma Dalam Upaya Perlindungan Korban Terhadap Kejahatan Siber Global di Indonesia Yang Berkemanfaatan", di Universitas Borobudur, Jakarta, Kamis (24/7/25).

Hadir sebagai penguji antara lain Promotor Prof. Faisal Santiago, Ko-Promotor Dr. Sulhan, Penguji Internal Prof. Ade Saptomo dan Penguji Eksternal Prof. Ibnu Sina Chandranegara.

Ketua DPR ke-20 dan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 ini menjelaskan, pada tahun 2022, Google mengklaim telah mencapai “quantum supremacy” lewat proses komputasi yang dapat diselesaikan dalam waktu 200 detik oleh komputer kuantum. Padahal jika menggunakan superkomputer konvensional akan memakan waktu 10.000 tahun. Hal ini menjadi peringatan keras bagi seluruh negara, termasuk Indonesia, untuk segera memperkuat pertahanan sibernya. Bukan hanya terhadap ancaman konvensional seperti peretasan dan pencurian data, tetapi juga terhadap ancaman post-quantum yang bisa melumpuhkan seluruh infrastruktur digital nasional.

Berdasarkan data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), selama tahun 2024 terjadi lebih dari 500 juta serangan siber terhadap infrastruktur digital nasional, dengan peningkatan signifikan pada sektor keuangan, kesehatan, dan pemerintahan. Serangan ransomware, phishing, dan DDoS (Distributed Denial of Service) menjadi modus dominan. 

"Teknologi kuantum dan ancaman siber bukan lagi dongeng fiksi ilmiah. Ini adalah kenyataan yang akan menentukan apakah Indonesia mampu bertahan sebagai negara berdaulat di era digital, atau menjadi korban dari peperangan tanpa suara. Kita tidak punya pilihan lain, selain bergerak cepat," kata Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menegaskan pentingnya Indonesia segera memiliki Undang-Undang Keamanan Siber dan Ketahanan Siber yang memberikan kerangka hukum yang kuat serta kepastian peran dan tanggung jawab antar-lembaga. Saat ini, Rancangan Undang-Undang tersebut masih dalam proses pembahasan oleh pemerintah dan DPR. 

Selain itu, usulan pembentukan matra keempat Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Siber juga sangat perlu dipertimbangkan. Angkatan Siber akan menjadi kekuatan baru melengkapi Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

"Peperangan abad ke-21 tidak lagi selalu terjadi di medan konvensional. Kita sudah memasuki era peperangan generasi kelima, di mana medan tempurnya adalah ruang siber. Serangan bisa diluncurkan tidak dengan peluru atau rudal, melainkan lewat kode digital yang bisa menghentikan sistem perbankan, melumpuhkan jaringan listrik, dan bahkan mengendalikan infrastruktur strategis lainnya," pungkas Bamsoet. (*)

Komentar