Menu Close Menu

Polemik “Zero Dollar Tour” Bali Berdampak Penurunan Serius

Kamis, 29 November 2018 | 22.34 WIB
DHEAN.NEWS JAKARTA — Polemik berkepanjangan soal “Zero Dollar Tour” betul-betul berdampak serius terhadap kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali. Terutama terkait jumlah kunjungan wisatawan mancanegara asal Tiongkok ke Pulau Dewata itu.

Dari big data Ctrip, Online Travel Agent (OTA) terbesar di Tiongkok, Bali menduduki peringkat 1 The Best Honeymoon Destination 2018. Bali juga masuk list peringkat 4 Top 10 Best Destination Worldwide dan nomor 4 dalam daftar 10 besar The Best Luxury Destination.

Strategi promosi untuk pasar China yang digarap Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya dengan kombinasi Branding, Advertising, dan Selling (BAS)-nya sukses besar. Bahkan, Menpar Arief Yahya pada 5 Mei 2018 lalu menerima tiga awards sekaligus, dari CEO Destination Marketing CTrip Ms. Jane Qian.

Sayangnya, polemik soal “Zero Dollar Tour” membuat gaduh’ dan menciptakan iklim yang tidak kondusif bagi industri pariwisata di Bali. Apalagi muncul kata-kata di media massa, baik online maupun cetak, yang bernada keras dan kurang bersahabat. Misalnya, kata-kata ‘mafia’, ‘kartel’, ‘sweeping’, ‘tutup semua’, ‘tidak ada kompromi’, dan sejenisnya. Semua itu diviralkan melalui berbagai channel media.

“Saya sudah ingatkan, jangan biarkan gaduh. Pariwisata itu industri hospitality, bisnis yang mengedepankan keramah-tamahan. Kalau masalahnya business to business, selesaikan di level asosiasi,” kata Menpar Arief Yahya.

Karena itu, Menpar Arief Yahya sudah menyarankan agar ASITA (Association of The Indonesian Tour and Travel Agencies) bertemu CNTA (China National Tourism Association), dan membuat “White List Tour Agencies – Tour Operators” untuk sama-sama membuat daftar atau meregistrasi TA-TO, yang direkomendasi oleh kedua belah pihak, sehingga mudah mengontrolnya ketika ada keluhan.

“Ini adalah cara yang paling smooth, paling halus, paling bijak, untuk menyelesaikan case Zero Dollar Tour di Bali. Ibaratnya, menangkap ikan, tanpa harus membuat keruh airnya. Dari situ, tidak perlu heboh-heboh, masing-masing asosiasi bisa saling mengontrol anggotanya untuk menjaga iklim bisnis yang baik,” ungkap Menpar Arief Yahya.

Menpar Arief Yahya selalu menyebut, di sektor pariwisata ia menggunakan prinsip: “Industry Lead, Government Support”, bukan sebaliknya. Karena ada banyak hal yang pemerintah tidak boleh terlalu ikut campur di urusan bisnis. Pemerintah lebih menjaga regulasi, agar iklim usaha pariwisata semakin kondusif dan berkembang.

Lalu bagaimana dampak polemik yang sudah terlanjur viral, termasuk di media China itu? “Besar sekali. Hampir semua airlines berkeluh kesah ke saya, banyak cancel. Apalagi yang chartered flight, puluhan yang sudah cancel, batal terbang ke Bali. Banyak TA TO juga menyesalkan situasi menjadi seperti ini? Saya amati angka-angkanya, memang betul, dampaknya serius buat Bali,” ujar Menpar Arief Yahya.

Ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga. Sudah kena banyak Travel Advice (Travel Warning) dari banyak Negara, pasca gempa Lombok Sumbawa, gempa dan tsunami di Palu Donggala, liquifaksi di Sultra, gempa susulan di banyak daerah di tanah air, kini Indonesia ditimpa polemik negatif yang viralnya menembus media di China. “Saya sudah berhitung, dampak gempa ini pasti lebih berat dari erupsi Gunung Agung Bali, September 2017 lalu,” kata Menpar Arief Yahya.

Jika Gunung Agung berdampak 1 juta kunjungan, dalam masa 6 bulan, dari September 2017 sampai April 2018, maka gempa kali ini lebih dalam lagi, diperkirakan juga sekitar 1 juta wisman. Ditambah polemik yang sudah meluas itu, akan semakin berat buat industri di sana.

“Dari grafik angka kunjungan sangat jelas terlihat. Juli 2018 dan Agustus 2018 itu kita masih on track, masih on target. Juli tercapai 110%, Agustus 100,8%, rata-rata di atas 1,5 juta kunjungan per bulan. Tanggal 5 Agustus gempa di Rinjani, sampai harus mengevakuasi wisman Thailand dan Malaysia. Tanggal 19 Agustus 2018 gempa besar 7 SR, itulah yang menekan angka kunjungan di bulan September 2018,” jelas Menpar Arief Yahya.

Angka kunjungan September 2018 langsung anjlok, hanya 1,35 juta, atau hanya tercapai 75% dari proyeksi. Sudah begitu, Bali dilanda isu yang tidak menyenangkan di pasar China yang sedang bertumbuh itu. Maka bulan Oktober 2018, turun lebih drastis lagi. Dari 193 ribu di bulan Oktober 2018, diperkirakan tinggal 50%nya saja di November 2018.

Karena sudah menyentuh di angka kunjungan wisman Tiongkok, Menpar Arief Yahya pun ikut bersedih. Itu mengingatkan saat terjadi erupsi Gunung Agung September 2017 lalu. Pemerintah China mengeluarkan Travel Warning, sehingga pada Oktober, November, Desember 2017 sedikit sekali wisman China yang mengunjungi Bali.

“Saya masih ingat, industri menjerit, lalu berkirim surat ke Pak Presiden Jokowi, agar membantu recovery Bali. Kita Ratas-Rapat Terbatas-di Bali, dan dipimpin langsung oleh Presiden,” cerita Menpar Arief Yahya.

Peristiwa itu baru setahun silam sehingga mudah diingat. Apa yang dilakukan Menpar Arief Yahya? Pertama, awal Januari 2018, Menpar Arief terbang ke Beijing melobi dan menjelaskan ke media bahwa Bali aman. Lalu business gathering dengan sekitar 400-an pelaku industri pariwisata Tiongkok, tour agent, tour operator, untuk kembali menjual paket wisata ke Bali, sampai-sampai dalam satu hari 9 meetings. Menpar Arief Yahya cepat-cepat melobi dan meyakinkan CNTA – China National Tourism Administration bahwa Bali aman.

“Saya langsung terbang dari Beijing ke Kunming, lanjut ke Chiang Mai Thailand, dan bertemu khusus dengan CNTA di sela-sela ATF 2018, pertemuan antar menteri Pariwisata se ASEAN. Saya masih ingat, saya bertemu Mr Du Jiang, Vice Chairman of CNTA, tanggal 25 Januari 2018,” cerita Menpar Arief Yahya.

Dalam pertemuan di Shangri La Hotel Ching Mai, Thailand, Menpar Arief Yahya mengusulkan kedua Negara membentuk tim Task Force, agar ada partner kerja antar kedua negara sehingga setiap persoalan yang menyangkut industri di kedua negara bisa diselesaikan dengan baik. “Beliau setuju, dan sejak itu wisman dari Tiongkok berdatangan lagi,” kata Menpar Arief Yahya.

Yang disesalkan Menteri Arief Yahya, dulu Indonesia sampai sebegitu serius merayu agar wisman China berwisata lagi ke Bali dan Indonesia. Setelah mulai normal, tiba-tiba muncul kata-kata yang jauh dari adat ketimuran, jauh dari tradisi dan budaya Bali yang penuh kesantunan bertutur.

Di Shanghai, saat CITM – China International Travel Mart 2018, 17-18 November 2018, Menpar Arief Yahya kembali berusaha agar wisman China mau berkunjung lagi ke Indonesia dengan merayu lagi Wakil Menteri Pariwisata dan Kebudayaan Tiongkok, Yu Qun, yang jabatan resminya adalah Party Member of The Leadership of China’s Ministry of Cultural and Tourism di Hal E-5.

“Mereka oke, mereka tetap berkomitmen untuk mengirimkan wisatawan ke Bali dan Indonesia,” kata Menpar Arief Yahya yang didampingi Duta Besar Indonesia untuk RRT, Djauhari Oratmangun dan Konsul Jenderal RI di Shanghai, Siti Mauludiah.

Sehari setelahnya, Presiden Jokowi juga bertemu Presiden Xi Jinping di Port Morresby, PNG. Isu pariwisata juga dibicarakan di sana. Secara khusus Presiden Jokowi meminta agar Tiongkok tetap mengirimkan wisatawannya ke Indonesia, yang saat itu juga direspons positif oleh Presiden Xi Jinping.

Tiga hal disetujui Presiden Xi dalam pertemuan dengan Presiden Jokowi. Pertama, akan mengirimkan wisatawan dengan proyeksi 3 juta turis ke Bali dan 10 Bali Baru. Kedua, akan merealisasi investasi membangun di 10 Bali Baru atau 10 Destinasi Prioritas. Ketiga, akan memperbanyak direct flights ke Indonesia dari Tiongkok, karena problem utamanya adalah transportasi udara.

Komentar